Saturday, October 27, 2007

INDONESIA DENGKI KAPAL SELAM MALAYSIA

Kapal Selam Malaysia Bukan Ancaman, Kata PakarSurabaya (ANTARA News)
- Pakar perkapalan ITS Surabaya, Prof Ir Soegiono, menilai kapal selam pertama Malaysia jenis Scorpene yang diluncurkan di Prancis, Selasa (23/10), bukan ancaman bagi Indonesia."Itu hanya penggentaran (untuk membuat gentar), jadi bukan ancaman, karena mirip gertakan saja," kata mantan rektor ITS itu kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.Ia mengemukakan hal itu menanggapi kapal selam "KD Tunku Abdul Rahman" berbobot 1.500 ton, panjang 67,5 meter, dan dipersenjatai dengan torpedo, rudal bawah laut ke permukaan, serta ranjau laut.Menurut Guru Besar Teknik Perkapalan ITS Surabaya itu, kapal selam Malaysia hanya merupakan "penggentaran" karena perang dalam arti sesungguhnya itu akan sulit terwujud."Perang itu nggak mungkin ada, kecuali untuk penggentaran dan menunjukkan kesetaraan, apalagi Indonesia sendiri juga akan membeli enam kapal selam dari Rusia dan lautan di Indonesia juga banyak yang dangkal," katanya.Ayah dari lima anak dan suami dari Ny Soelistiani itu mengatakan kapal selam milik Malaysia yang saat ini masih bersandar di dok DCNS di Cherbourg, Prancis, itu juga bermakna kesetaraan."Jadi, kapal selam itu hanya penggentaran untuk negara lain dan sekaligus juga bermakna kesetaraan antara negara maju dan negara berkembang dalam bidang teknologi perkapalan," katanya.Namun, katanya, penggentaran yang dilakukan Malaysia juga dapat menjadi semangat bagi Indonesia untuk menjaga 129 pulau terluar Indonesia agar tidak lepas ke tangan Malaysia, seperti Sipadan-Ligitan."Sipadan-Ligitan itu lepas bukan karena Indonesia tidak memiliki hak sama sekali atas pulau itu, melainkan karena Indonesia tidak pernah menjaganya," katanya.Kapal selam itu diresmikan istri Wakil Perdana Menteri Tun Najib Razak, yakni Datin Seri Rosmah Mansor, dengan memecahkan botol air di anjungan kapal selam yang bersandar di dok DCNS di Cherbourg (sekitar 400 km dari Paris) pada 23 Oktober 2007.Peresmian itu disaksikan Tun Najib Razak, didampingi Kepala Staf AL Tan Sri Ramlan Mohamed Ali, Menhan Prancis Herve Morin, dan para pejabat lain, kemudian mereka mengecek langsung kapal selam itu.Kapal itu merupakan salah satu dari dua kapal selam yang dibeli Malaysia lewat perjanjian pada 2002. Kapal kedua akan diserahkan pada 2009 dan sampai di Malaysia pada 2009. (*)

INDONESIA KUTUK MALAYSIA "CURI" LAGU

Malaysia Kembali "Bajak" Lagu Daerah Indonesia di OsakaTokyo (ANTARA News)

- Konsulat Jenderal RI di Osaka melayangkan surat protes kepada Direktur Malaysian Tourism Office di Osaka, menyusul penggunaan kembali lagu daerah Indonesia dalam acara Asia Festival 2007 yang berlangsung di Osaka pada pertengahan Oktober lalu.Konsul Jenderal RI Pitono Purnomo mengemukakan hal itu kepada Antara di Tokyo, Kamis, ketika dikonfirmasi mengenai aksi "pembajakan" tersebut."Kami sudah mengirimkan surat protes kepada pihak Malaysia namun belum ada respon sama sekali dari mereka," katanya.Pihak Konsulat juga sudah melakukan koordinasi dengan pejabat Departemen Luar Negeri RI di Jakarta serta petinggi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, termasuk Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kuala Lumpur."Surat protes ini penting sebagai peringatan keras terhadap Malaysia agar tidak lagi sembarangan menggunakan lagu-lagu Indonesia. Kejadian ini nanti bisa diartikan negatif, misalnya seperti menantang Indonesia," ujarnya.Oleh sebab itu, katanya, pihak konsulat buru-buru mengirimkan surat peringatan agar Malaysia bisa menahan diri agar hubungan kedua bangsa menjadi semakin memburuk. Terlebih kedua negara merupakan tetangga yang dekat.Lebih jauh ia menjelaskan bahwa sebetulnya Indonesia tidak mempermasalahkan penggunaan lagu-lagu Indonesia oleh Negara lain, asalkan secara jujur memberikan penjelasan yang lengkap bahwa lagu tersebut berasal dari Indonesia."Kita sebetulnya bangga juga kalau lagu kita diperkenalkan oleh pihak lain, tetapi bukan begitu caranya," kata Pitono lagi.Ia menegaskan bahwa kesengajaan mengubah sebagian lirik dan aransemen lagu oleh pihak Malaysia dapat mengakibatkan penonton beranggapan bahwa keseluruhan penampilan baik musik dan tariannya adalah tari dan musik dari Malaysia.Asal SumbarMenurut informasi yang diperoleh, penggunaan lagu Indonesia itu diketahui saat berlangsungnya acara Asia Festival 2007 yang diikuti oleh Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia dan Malaysia pada 12-14 Oktober lalu.Salah seorang staf konsulat Jenderal Osaka ketika itu tengah menyaksikan penampilan tim kesenian Malaysia "Cinta Sayang" pada 14 Oktober lalu. Salah satu tarian yang ditampilkan Malaysia menggunakan iringan musik yang berasal dari Sumatera Barat (Sumbar), yaitu "Indang Sungai Garinggiang".Sebelum dan sesudahnya pihak Malaysian Tourism Office di Osaka yang mengelola penampilan tim kesenian tersebut sama sekali tidak memberi penjelasan bahwa lagu yang dipakai sebagai musik pengiring tarian itu adalah lagu yang berasal dari Indonesia.Guna memastikan, pihak konjen RI Osaka menghubungi berbagai pihak di Jakarta dan juga tokoh-tokoh masyarakat asal Sumatera Barat dan diperoleh kepastian bahwa pencipta lagu "Indang Sungai Garinggiang" adalah Tiar Ramon, seniman musik dan penyanyi asal Sumbar pada tahun 1981."Memang sang penciptanya sudah meninggal, tetapi semua data-data yang kita miliki sudah cukup kuat untuk bisa memperingati Malaysia," kata seorang warga Minang yang tinggal di Osaka.Menurut keterangannya, lagu itu diciptakan atas permintaan Pemda Sumbar untuk digunakan sebagai musik pengiring "Tari Indang". Lagu itu diperkenalkan pertama kali dipertunjukkan secara nasional pada upacara pembukaan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur?an) tingkat nasional di Padang pada tahun 1983.Berdasarkan semua data itulah Konsul Jenderal Osaka Pitono Purnomo menyurati Azhari Haron, Direktur Malaysian Tourism Office juga di Osaka pada 19 Oktober 2007 untuk memberikan penjelasan yang selengkapnya atas penggunaan lagu itu. Tembusan surat juga dilayangkan ke pihak penyelenggara festival FM Cocolo guna mengeRti persoalannya dengan memberikan penjelasan yang lengkap.Sebelumnya lagu daerah asal Maluku "Rasa Sayange" juga dibajak oleh Negara tetangga itu yang semakin menyulut sentimen bangsa Indonesia, menyusul serangkaian perlakukan buruk dan meremehkan warganegara Indonesia yang bermukim di Malaysia.(*)

Thursday, October 18, 2007

EJEN PERISIKAN DI KALANGAN PEKERJA ASING

AWASI EJEN PERISIKAN DI KALANGAN PEKERJA ASING
Kemanakah semangat rela mempertahankan negara dari di ceroboh oleh warga negara jiran? Apakah kita rela membiar dan memerhatikan sahaja pegawai penguatkuasa kita dibelasah di dalam wilayah kita sendiri oleh samseng negara jiran?. Apakah sifat kita terlampau hormatkan "segala benda dari luar negara" sehingga kita boleh diperlakukan apa sahaja oleh warga asing di dalam negara kita sendiri?.

Iktibar penguatkuasa kerajaan pusat dibelasah oleh warga asing di Kompleks Bukit Kayu Hitam tahun lalu sesungguhnya memalukan seluruh rakyat negara kita. Itu yang nyata berlaku di depan mata kita tanpa berselindung dan perlakuan samseng negara jiran dilakukan secara terbuka di tempat awam di siang hari..
Sudah menjadi kebiasaan dan kelaziman setiap kali ada peristiwa buruk, bencana dan insiden yang tidak diingini, episod tuding menuding menyalahkan orang lain dan lagu "bangau oh bangau" pun berkumandang semula. Barulah mula mahu memperketatkan sempadan negara. Agaknya jika tidak berlaku serangan tersebut, sempadan negara kita amat bebas untuk keluar masuk oleh warga asing.
Tidak terfikirkah kita bagaimana pengemis dan pelarian Myanmar boleh bolos sehingga ke Kuala Lumpur tanpa sebarang dokumen yang sah?. Begitu juga pendatang haram dari Bangladesh dan Kemboja. Masakan mereka masuk dari Singapura?.
Selain contoh di Bukit Kayu Hitam yang dianggap "ringan" oleh segelintir pihak, kita jangan sangkakan tiada anasir dari luar yang ingin membuat kacau di negara kita.
Mungkin keselesaan kita dan sejarah moden Malaysia yang tidak pernah sengsara selepas Perang Dunia Kedua, membuatkan kita leka dan lalai tentang peranan dan tanggungjawab kita dalam aspek pertahanan dan perisikan negara.
Jika kita seperti rakyat Palastin, Vietnam dan Afghanistan, setiap rakyat asing yang masuk ke negara mereka akan tetap disangsi dan dicurigai. Jangan harap rakyat negara berkenaan dengan mudah boleh berbaik-baik dengan kita sebagai orang asing di negara mereka.
Keadaan sebaliknya berlaku di negara kita. Mungkin sifat kita yang telebih bersopan santun, berbudi bahasa dan lemah lembut telah mengakibatkan orang asing telah "membaca kelemahan" kita sendiri.
Kita kadang kala terlupa atau sengaja tidak menghiraukan peranan ejen perisikan asing yang menjelma dalam kehidupan seharian kita dengan pelbagai wajah untuk menjalankan peranan risik mereka di sekeliling kita.
Kebanyakan daripada kita yang menikmati kehidupan yang baik dan selesa pada masa sekarang sering terlupa mengenai kemungkinan-kemungkinan yang boleh menghancurkan negara. Mereka lupa bahawa perisikan mampu memainkan peranan besar dalam menumbangkan seseorang dan sekali gus meruntuhkan sesebuah negara.
Perisikan di Asia Tenggara bukanlah satu perkara yang mengejutkan. Kuasa-kuasa besar akan menjalankan aktiviti perisikan mereka di negara-negara tertentu bagi memastikan dasar-dasar tertentu memenuhi matlamat dan ideologi mereka. Lebih hebat lagi perisikan juga akhirnya boleh membawa kepada kejatuhan sesebuah negara atau seseorang pemimpin. Sejarah telah memperlihatkan bagaimana ejen-ejen perisikan dapat memenuhi matlamat kuasa-kuasa besar ini walaupun kos yang diperlukan amat tinggi.
Sebelum Perang Dunia Kedua, Jepun telah meletakkan perisiknya di Tanah Melayu yang bekerja dan membuka klinik gigi. Amerika Syarikat telah menggunakan ejen-ejennya untuk melakukan provokasi sehingga tercetusnya perang saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Walaupun Amerika gagal dalam misi Vietnam, namun kesannya berparut sehingga ke hari ini.
Kejatuhan pemimpin lantang Indonesia, Sukarno dalam tahun 60-an merupakan satu kejayaan bagi perisikan asing. Ini diakui oleh ahli sejarah British, David Easter dalam jurnal Intelligence and National Security. Sukarno ketika itu dianggap sebagai duri dalam daging kuasa-kuasa Barat. Namun kelicikan perisikan dengan di tambah peranan media Barat berjaya membohongi rakyat Indonesia untuk menerima hakikat Sukarno akan tunduk kepada tekanan komunis.
Mereka yang memainkan peranan utama perisikan British ketika itu sehingga tersungkurnya Sukarno ialah Duta Britain ke Jakarta, Andrew Gilchrist dan pakar propaganda Pejabat Luar Britain, Norman Reddaway. Mereka inilah yang menggoncang kestabilan kerajaan Indonesia. Malaysia juga sebenarnya tidak terlepas daripada intipan ejen perisikan. Pada awal 80-an, seorang bekas Setiausaha Politik Perdana Menteri turut dilatih oleh kuasa luar untuk menjadi ejen perisikan Soviet Union.
Kewujudan pejabat kedutaan Israel di Singapura tidak harus dipandang ringan kerana negara di selatan Semenanjung ini adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mempunyai hubungan diplomatik secara langsung dengan negara Yahudi itu. Tidak mustahil rakyat Singapura diupah oleh ejen-ejen perisikan Israel untuk menjalankan intipan terhadap negara kita.
Perisikan alaf baru kini lebih mirip kepada risikan dan rahsia kerajaan yang melibatkan propaganda dan gerak saraf ideologi. Ejen-ejen perisikan akan menyusup masuk ke sektor ekonomi, pentadbiran, sistem pertahanan negara dan malah akan cuba berbaik-baik dengan pemimpin parti politik dan pertubuhan bukan kerajaan (NGO). Mereka akan mengeluarkan bantuan kewangan, peralatan komunikasi yang canggih, alat pengintipan yang serba moden, senjata dan latihan sama ada kepada individu atau kumpulan tertentu. Bagi mereka sesiapa sahaja yang dilihat boleh membantu mencapai matlamat risikan, akan menjadi sasaran.
RMK-9 telah memperlihatkan begitu banyak pembinaan bangunan strategik dan berfungsi keselamatan negara akan di bina. Antaranya berpuluh balai polis, ibu pejabat polis daerah, kem tentera, pengkalan polis marin, bangunan pejabat kerajaan dan infrastruktur yang bertahap keselamatan tinggi seperti Jambatan Kedua Pulau Pinang.
Kenyataan Menteri Sumber Manusia bahawa negara kita akan dibanjiri oleh 5 juta pekerja asing menjelang 2010 seharusnya dipandang serius dan dikaji semula. Sektor guna tenaga dan sumber manusia perlu memikirkan sesuatu agar tawaran pekerjaan kepada pekerja asing tidak mencecah sebegitu besar.
Kerajaan perlu berhati-hati dalam memilih kontraktor pembinaan dan perlu juga mencampuri urusan penambilan buruh asing oleh kontraktor terbabit agar tidak terdapat ejen perisikan asing yang menyamar sebagai buruh binaan. Mungkin kerajaan boleh mengambil modul dan prosedur saringan dan semakan seperti yang dilakukan oleh Angkatan Tentera Malaysia (ATM) semasa pembinaan Kem Tuanku Sirajuddin di Gemas. Siasatan latar belakang pekerja dan tahap keselamatan dalaman yang tinggi semasa kerja-kerja pembinaan sedang dijalankan begitu terperinci dan teliti sekali semata-mata untuk mengelak dan memastikan selok belok tempat strategik pertahanan negara tidak diceroboh oleh pihak asing.
Malah kerajaan sebelum ini pernah mengarahkan Jabatan Imigresen menyiasat latar belakang pekerja asing yang berkhidmat dengan pemimpin negara dan pegawai tinggi kerajaan bagi memastikan mereka bukan ejen-ejen perisik luar negara. Walaupun arahan ini telah lama dikeluarkan, kita berharap Jabatan Imigresen dapat meneruskan peranan ini. Kerajaan juga harus mengambil langkah berhati-hati dalam memberi visa dan permit kerja kepada warga asing dalam bidang-bidang tertentu.
Dalam era teknologi canggih ini, risikan boleh dilakukan dengan berbagai cara dan maklumat boleh disampaikan dengan begitu pantas sekali. Komunikasi tanpa sempadan dan capaian internet berkelajuan tinggi akan membolehkan maklumat risikan sampai ke kuasa luar dengan begitu cepat sekali. Ini belum lagi penggunaan teknologi satelit dan sistem informasi geografi (GIS) yang semakin hari semakin canggih dan terkini teknologinya. Perlu diingat 80% satelit di ruang angkasa bumi adalah satelit yang berfungsi perisikan yang dimiliki oleh kuasa-kuasa besar.
Sektor ekonomi juga tidak boleh lari daripada menjadi intipan ejen perisikan. Pengambilan tenaga profesional negara asing dalam syarikat-syarikat besar tempatan yang mempunyai kuasa penentu jatuh bangun ekonomi negara perlu juga dipantau. Tidak mustahil mereka berperanan sebagai pemberi maklumat yang berharga kepada musuh negara dengan bertujuan untuk melumpuhkan ekonomi negara.
Kita harus berwaspada dengan peranan ejen perisikan ini kerana mereka bersedia melakukan apa sahaja untuk mengintip dan menyusup rahsia. Mereka akan menyamar, mengupah ejen tempatan, membuat rakaman dan penyalinan dokumen rahsia sama ada menggunakan telefon, kamera, menceroboh sistem komputer kerajaan dan rakam bual pihak tertentu dengan tujuan untuk mengintip.
Hasil risikan pekerja asing di abad ke 21 ini bukan bermakna ada niat negara asing yang cemburu dengan suasana aman negara kita untuk menakluk negara kita dengan kuasa ketenteraan dan peperangan. Serangan mereka adalah melalui serangan mentaliti, merubah sikap, gaya hidup dan menipiskan pegangan agama rakyat kita. Itulah bakal serangan alaf baru yang akan menimpa negara jika kita sendiri tidak lalai dan sensitif dengan semangat mempertahankan negara dari diceroboh.
Mungkin kesan jangka pendek tidak kita rasai sekarang. Akan tetapi jika ini berlarutan, apa akan terjadi kepada anak cucu kita nanti?.
Adakah kita pernah fikirkan berapa lama kemerdekaan kita boleh bertahan?. Kita jangan bongkak untuk memperkatakan mana mungkin kita yang sudah merdeka boleh dijajah semula?. Lihatlah negara-negara yang lebih awal merdeka daripada kita seperti Iraq, Afghanistan dan Lubnan, apa sudah jadi dengan negara mereka sekarang?.
Hanya semangat cintakan negara mampu menghalang kemaraan ejen-ejen perisikan ini yang berada di sekeliling kita. Sikap kitalah yang akan menentukan sejauh mana kejayaan ejen-ejen perisik asing ini.